Ibadah Kurban dan Kemandirian Ekonomi Umat

Ibadah Kurban dan Kemandirian Ekonomi Umat

Oleh : Tulasmi, SEI., MEI

Setiap tahun umat Islam diseluruh dunia merayakan hari raya Idul Adha. Hari Raya Idul Adha yang dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah dalam penanggalan hijriyah setiap tahunnya ini pastilah identik dengan pelaksanaan ibadah haji dan penyembelihan hewan kurban. Ibadah haji adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam, tentunya yang memiliki kemampuan baik secara fisik maupun kemampuan finansial. Sedangkan penyembelihan hewan kurban juga merupakan salah satu ibadah bagi umat Islam dalam rangka meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.

Meskipun terdapat perbedaan pendapat ulama mengenai status hukum ibadah kurban ini, antara wajib-bagi orang yang memiliki kelapangan rizki-atau sunnah muakkad (sunnah yang dikuatkan/ ditekankan). Namun pelaksanaan ibadah kurban di Indonesia setiap tahunnya menjadi salah satu agenda yang ditunggu-tunggu baik dari sisi pekurban maupun dari sisi orang-orang yang berhak menerima daging hasil sembelihan hewan kurban tersebut. Hari raya Idul Adha adalah adalah hari raya yang dapat mencerminkan sisi ketakwaan kepada Allah SWT (hablum minallah) sekaligus akan melatih seorang muslim pada sisi sosial kemanusiaannya (hablum minannas).

Hikmah Ibadah Kurban

Ibadah kurban merupakan salah satu ibadah yang disyariatkan kepada setiap muslim dengan syarat dan rukun yang sudah ditentukan (ibadah mahdah). Pelaksanaan ibadah kurban merupakan salah satu upaya bagi seorang muslim untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mengikuti ajaran Rasulullah SAW. Ibadah kurban memiliki beberapa hikmah yang dapat diambil oleh seorang muslim:

  1. Meneladani dan mengikuti ajaran Nabi Ibrahim alaihissalam secara khusus dan juga mengikuti sunnah yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Nabi Ibrahim alaihissalam yang menerima perintah dari Allah SWT, untuk menyembelih anaknya. Dan dengan kehendak Allah SWT anak tersebut digantikan dengan hewan sembelihan yang lain. Allah SWT berfirman:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى  قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ  سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ١٠٢ فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ١٠٣ وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ١٠٤ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا  إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ١٠٥ إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ١٠٦ وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ١٠٧ [الصافات: 102-107]

Yang artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, ‘Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka fikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab, ‘Hai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia, ‘Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah mebenarkan mimpi itu’, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (Q.S.ash-Shaaffaat/37: 102-107)

  1. Mewujudkan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan nikmat bagi seorang muslim. Wujud rasa syukur seorang muslim dapat diwujudkan setidaknya dalam 3 bentuk. Pertama bersyukur dalam hati. Wujud syukur ini dengan menyadari dan meyakini sepenuhnya bahwa setiap nikmat yang kita terima semata-mata adalah karena kehendak Allah SWT. Kedua yaitu bentuk syukur melalui lisannya, misalnya dengan mengucapkan “alhamdulillahirabbil ‘alamin”. Ketiga adalah wujud syukur dalam bentuk perbuatan. Rasa syukur yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan adalah dengan mempergunakan nikmat yang telah diberikan Allah tersebut pada jalan kebaikan dan diridhoi-Nya. Maka, bagi seorang muslim yang menjadi pekurban ia tengah berusaha mewujudkan rasa syukurnya dalam bentuk perbuatan yaitu melaksanakan kebaikan yang diperintahkan oleh Allah SWT.
  2. Melatih seorang muslim untuk ikhlas. Setiap ibadah yang dilakukan oleh seorang muslim tentunya diupayakan mencapai derajat ikhlas tanpa mengharapkan imbalan atau pamrih apapun kecuali hanya mengharap balasan dari Allah SWT. Ibadah kurban yang dilakukan dengan penyembelihan hewan kurban dan merelakan sebagian hartanya untuk membeli hewan sembelihan
  3. Memiliki kepekaan secara sosial kepada sesama. Daging hasil sembelihan hewan kurban dapat dimanfaatkan atau dimakan oleh shohibul qurban maupun disedekahkan kepada orang yang membutuhkan. Tentunya dengan aktivitas ini dapat melatih seorang muslim untuk memiliki kepekaan dan kepedulian secara sosial kepada sesama.

Dampak Ibadah Kurban bagi Perekonomian

Disisi lain, pelaksanaan ibadah kurban dengan penyembelihan hewan kurban ini baik secara langsung maupun tidak langsung memiliki dampak positif terhadap perputaran roda perekonomian umat. Di Indonesia sendiri, jumlah kebutuhan hewan kurban selalu naik setiap tahunnya. Pada tahun 2018 ini, Kementrian Pertanian memperkirakan kebutuhan hewan kurban untuk Hari Raya Idul Adha 1438 Hijiyah mencapai 1,5 juta ekor. Angka tersebut terdiri dari 4 jenis hewan kurban yang biasa disembelih oleh masyarakat muslim di Indonesia. Yaitu, s‎api sebanyak 462.339 ekor, k‎erbau sebanyak 10.344 ekor, k‎ambing sebanyak 793.052 ekor, dan domba sebanyak 238.853 ekor. Dengan jumlah tersebut, jika kita menghitung rata-rata harga satu ekor sapi dan kerbau Rp 15 juta, dan harga satu ekor kambing dan domba Rp 3 juta, maka jumlah rupiah yang berputar dalam sekali pelaksanaan ibadah kurban mencapai kurang lebih Rp 10 triliun. Jumlah angka yang tentunya memiliki nilai ekonomis dalam perputaran roda perekonomian Indonesia.

Kebutuhan hewan kurban yang cukup besar tersebut tentunya harus didukung dengan penyediaan hewan kurban oleh peternak. Peluang inilah yang saat ini telah mulai digarap oleh peternak secara mandiri maupun yang diinisiasi oleh beberapa lembaga zakat di Indonesia. Lembaga-lembaga zakat berupaya melaksanakan program yang bermuara pada satu rantai lingkaran distribusi hewan kurban. Pelaksanaan program tersebut diupayakan dapat mendorong sisi fundraising maupun sisi penyalurannya dana ZIS-nya dalam satu program sekaligus. Di sisi fundraising lembaga zakat menerima donasi dan penyaluran hewan kurban dari para pekurban. Sedangkan di sisi penyaluran dana ZIS, lembaga zakat melaksanakan program penyaluran ZIS produktif.

Melalui program penyaluran ZIS produktif, lembaga zakat berupaya melakukan pemberdayaan mustahik. Salah satunya dengan mendorong dan melakukan pembinaan serta pendampingan bagi mustahik untuk memelihara hewan ternak yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hewan kurban. Di satu sisi lembaga zakat dapat melaksanakan program penyaluran dana ZIS-nya melalui pemberdayaan mustahik. Dan disisi lainnya, lembaga zakat akan memiliki stok kebutuhan hewan kurban, yang diperlukan pada saat pelaksanaan ibadah kurban yang dipercayakan oleh pekurban kepadanya.

Dengan pola seperti ini, ibadah kurban selain memiliki dimensi peningkatan ketakwaan secara individual bagi seorang muslim, menunjukkan kepedulian sosial terhadap sesama manusia dan juga tentunya akan memiliki dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan umat. Dengan pengelolaan yang baik atas rantai distribusi kebutuhan hewan kurban diharapkan akan mampu menjadi salah satu roda penggerak kegiatan ekonomi masyarakat. Yang pada akhirnya bersama-sama dengan instrumen ekonomi Islam yang lain akan membentuk kemandirian ekonomi umat Islam khususnya dan perekonomian negara pada umumnya.

Wallahu a’lam bish shawwab.