“Bedah Buku ‘Good Corporate Governance di Lembaga Zakat”

 

Karya Dosen Program Studi Ekonomi Islam FIAI Dr. Rahmani Timorita Yulianti M.Ag. (alm)

Dosen Program Studi Ekonomi Islam (PSEI) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII), Dr. Nur Kholis, S.Ag., SEI., M.Sh.Ec., mengungkapkan bahwa salah satu problematika perzakatan adalah kurangnya literasi dan edukasi tentang ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf). Untuk itu, penerapat secara maksimal Good Corporate Governance (GCG) pada Lembaga Zakat sangat diperlukan dalam menyelesaikan persoalan tersebut.

Hal ini disampaikannya dalam acara bedah buku ‘Good Corporate Governance di Lembaga Zakat’ karya dosen PSEI FIAI UII Dr. Rahmani Timorita Yulianti, M.Ag. (alm) yang diselenggarakan oleh Jurusan Studi Islam FIAI UII pada Kamis, 15 Desember 2022 di Ruang sidang FIAI.

Selaku Pembedah, Dr. Nur Kholis melihat poin – poin penting tentang ide GCG yang termuat dalam buku ini. Secara umum ada 5 konsep GCG yang termuat diantaranya, yaitu Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas, Independensi, dan Fairness (Kewajaran dan kesetaraan)

Konsep Transparansi yang dimaksud dalam buku ini seperti Rencana kerja tahunan, laporan keuangan berkala triwulan/tengah tahunan/tahunan, sistem akuntansi berbasis standar akuntansi, teknologi informasi dalam sistem pelaporan kegiatan dan keuangan, sistem manajemen informasi, laporan kegiatan dan keuangan insidental, dan informasi penting tentang kegiatan insidental.

“Konsep akuntabilitas pada GCG meliputi penyiapan laporan secara cepat dan tepat, komite audit dan manajemen risiko, koordinasi program kerja, monitoring program kerja, hingga evaluasi program kerja,” ungkap Wakil Dekan Bidang Sumberdaya FIAI UII.

Lebih lanjut Dr. Nur Kholis memberikan penekanan pada persoalan perzakatan di Indonesia dimana beliau yakin jika persoalan perzakatan nasional dapat di selesaikan dengan GCG yang efektif dan tepat sasaran.

(foto)

Menurut Dr. Nur Kholis tahapan penerapan GCG dalam buku ‘Good Corporate Governance di Lembaga Zakat’ ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu persiapan, implementasi, dan evaluasi. Dalam implementasi GCG di Indonesia, Dr. Nur Kholis memaparkan persoalan perzakatan nasional, seperti :

  1. Terjadi ketimpangan harapan dan realitas dalam penghimpunan dana zakat di Indonesia

Ditunjukan dengan data overview zakat di indonesia oleh KNEKS pada tahun 2021-2022, sebenarnya potensi zakat di dalam negeri dapat mencapai Rp 327 trilliun namun BAZNAS mencatat realisasi pengumpulan dana zakat di Indonesia hanya mencapai Rp 14 trilliun atau sekitar 4,28 persen dari potensi zakat yang ada. Yang artinya, terjadi ketimpangan antara potensi dan realisasi pengumpulan dana yang masih sangat tinggi di Indonesia.

  1. Literasi dan edukasi tentang ZISWAF yang masih sangat perlu ditingkatkan

Merujuk pada hasil survei dari Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, terdapat statistik tempat pembayaran zakat yang mana menunjukan masyarakat yang membayar melalui lembaga resmi seperti BAZNAS ataupun LAZ masih terhitung kecil, dengan angka 25% melalui BAZNAS dan 15% melalui LAZ sisanya masyarakat lebih memilih untuk membayar melalui masjid dengan angka 37%, adapula yang langsung ke mustahik sejumlah 23%. Dapat disimpulkan, jika masyarakat masih belum mengetahui secara menyeluruh tentang BAZNAS ataupun LAZ, yang membuat literatur dan edukasi tentang ZISWAF masih sangat perlu ditingkatkan.

  1. Percepatan digitalisasi

Persoalan disini adalah digitalisasi berjalan namun belum tepat sasaran dimana orang yang familiar dengan digital belum merasa sebagai muzakki dan orang – orang yang sudah menjadi muzakki belum familiar dengan digital.

  1. Tata kelola perzakatan yang belum ideal – rekomendasi Ombudsman

Melihat pada data KNEKS, Hasil Rapid Assessment tata kelola zakat berisi tentang persoalan yang ada pada tata kelola zakat dimana ada 5 persoalan yang disorot, seperti:

  1. Fungsi ganda BAZNAS sebagai regulator dan operator yang berpotensi memiliki conflict of interest.
  2. Birokrasi perizinan lembaga amil zakat (LAZ) khususnya yang berafiliasi dengan pegawai/karyawan perusahaan.
  3. Beban prosedur pelaporan bagi LAZ.
  4. Kualitas pembinaan kementrian agama terhadap BAZNAS, BAZNAS daerah dan LAZ.
  5. Belum cukup perhatian pemerintah dan BAZNAS terhadap pembinaan dan pengaawasan LAZ tradisional dan komunitas (masjid, pesantren, majelis taklim, dll)
  6. Sinergi dan koordinasi antar komponen dalam ekosistem

Menurut KNEKS, ekosistem zakat nasional terdiri dari Organisasi Pengelola Zakat (BAZNAS, UPZ/MPZ, LAZ), Pemerintah Regulator (KEMENAG, BI, OJK, KEMENKEU), Akademisi dan Asosiasi (FOZ, Perguruan Tinggi, IAEI & MES), dan Pemerintah Daerah (Bank Syariah Daerah, BAZNAS Daerah, Pemerintah Daerah).

(foto)

Dalam sambutannya, Dekan FIAI UII Dr. Drs. Asmuni MA., menyampaikan kehadiran buku ini menjadi sangat penting karena literasi yang berkaitan dengan sistem keuangan sosial, zakat, wakaf, dan lainnya masih tergolong sedikit. “Saya mengharapkan di Ekonomi Islam ini ada kajian – kajian intensif yang berkaitan dengan sistem keuangan komersial dan terstruktur sehingga setiap hasil diskusinya dapat menghasilkan suatu karya yang bisa dijadikan rujukan,” tuturnya.

Selain itu, Dr. Asmuni, juga menjelaskan, bahwa Indonesia dengan potensinya dan dikenal sebagai negara yang paling dermawan di dunia, hal tersebut merupakan salah satu potensi sistem keuangan sosial yang sangat bagus, tapi perlu di dukung oleh literatur – literatur yang kredibel terutama kaitannya dengan pengelolaan.

Penulis : Nidaan Khofiya ; Editor : Rizal Nasrullah